Sabtu, 31 Maret 2012


LAPORAN TUGAS AKHIR
PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK
LATIHAN I-V

Disusun oleh:
KELOMPOK IX

Sulistiyowati (A.420 090 161)
Puji Safitri (A 420 090 216)
Nurkhasanah (A 420 090 221)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012


HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktikum ini telah diperiksa dan diserahkan sebagai syarat mengikuti ujian akhir pada Mata Kuliah Pilihan Pengolahan Limbah Organik di Program Studi Pendidkan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta pada:
Hari      :
Tanggal :
Surakarta, Januari 2012


Dosen pengampu
(Dr. Edwi, M. Si. )





KATA PENGANTAR

        Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayahnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Mata Kuliah Pilihan Pengolahan Limbah Organik Semester V(lima) tahun Angkatan 2011/2012 tepat pada waktunya tanpa ada halangan yang berarti.
       Adapun maksud dan tujuan dari mata kuliah pilihan Semester V (lima) ini sebagai tugas akhir untuk memperdalam teori yang telah diberikan di bangku kuliah. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT atas segala nikmat yang diberikan sehingga laporan dapat diselesaikan dengan lancar.
2. Dr. Edwi, M. Si. selaku dosen pengampu mata kuliah pilihan Pengolahan Limbah Organik.
3. Dr. Siti Chalimah, M. Si. selaku dosen pengampu mata kuliah pilihan Pengolahan Limbah Organik.
       Kami menyadari bahwa dalam menyusun laporan ini masih banyak kekurangan, terutama disebabkan oleh kemampuan kami dalam menyusun laporan yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak akan kami terima dengan hati yang terbuka. Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Surakarta, Januari 2012
Penyusun
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK
LATIHAN I

MEMILAH DAN MENGURANGI TIMBUNAN SAMPAH

6


Disusun oleh:
KELOMPOK IX
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini masalah sampah merupakan fenomena sosial yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah. Seperti kita ketahui bersama bahwa sampah yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada lingkungan. Gangguan yang ditimbulkan meliputi bau, penyebaran penyakit hingga terganggunya estetika lingkungan.
Sampah merupakan konsekuwensi dari adanya aktivitas manusia. Sejalan dengan peningkatan penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah. Misalnya saja, kota Jakarta pada tahun 1985 menghasilkan sampah sejumlah 18.500 m3 per hari dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 25.700 m3 per hari. Jika dihitung dalam setahun, maka volume sampah tahun 2000 mencapai 170 kali besar Candi Borobudur. Selain Jakarta, jumlah sampah yang cukup besar terjadi di Medan dan Bandung.
Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia (di TPA) merupakan sampah organik sebesar 60-70% yang mudah terurai. Sampah organic akan terdekomposisi dan dengan adanya limpasan air hujan terbentuk lindi (air sampah) yang akan mencemari sumber daya air baik air tanah maupun permukaan sehingga mungkin saja sumur-sumur penduduk di sekitarnya ikut tercemar. Lindi yang terbentuk dapat mengandung bibit penyakit pathogen seperti tipus, hepatitis dan lain-lain. Selain itu ada kemungkinan lindi mengandung logam berat, suatu salah satu bahan beracun. Jika sampah-sampah tersebut tidak diolah, maka selain menghasilkan tingkat pencemaran yang tinggi juga memerlukan areal TPA yang luas
Untuk mengatasi hal tersebut, sangat membantu jika pengolahan sampah dilakukan terdesentralisasi. Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. Selama ini pengelolaan persampahan terutama di perkotaan tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sampah terpusat. Pengolahan sampah terdesentralisasi dapat dilakukan di setiap RT atau RW, dengan cara mengubah sampah menjadi kompos. Dengan cara ini volume sampah yang diangkut ke TPA dapat dikurangi.
Pemikiran konsep zero waste adalah pendekatan serta penerapan sistem dan teknologi pengolahan sampah perkotaan skala kawasan secara terpadu dengan sasaran untuk melakukan penanganan sampah perkotaan skala kawasan sehingga dapat mengurangi volume sampah sesedikit mungkin, serta terciptanya industri kecil daur ulang yang dikelola oleh masyarakat atau pemerintah daerah setempat. Konsep zero waste yaitu penerapan rinsip 3-R, 4-R atau 5-R. Penanganan sampah 3-R adalah konsep penanganan sampah dengan cara reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur-ulang sampah), sedangkan 4-R ditambah replace (mengganti) mulai dari sumbernya. Prinsip 5-R selain 4 prinsip tersebut di atas ditambah lagi dengan replant (menanam kembali). Penanganan sampah 4-R sangat penting untuk dilaksanakan dalam rangka pengelolaan sampah padat perkotaan yang efisien dan efektif, sehingga diharapkan dapat mengurangi biaya pengelolaan sampah.
B. Tinjauan Pustaka
Secara umum pengelolaan sampah di perkotaan dilakukan melalui 3 tahapan kegiatan, yakni : Pengumpulan diartikan sebagai pengelolaan sampah dari tempat asalnya sampai ke tempat pembuangan sementara sebelum menuju tahapan berikutnya. Tahapan pengangkutan dilakukan dengan menggunakan sarana bantuan berupa alat transportasi tertentu menuju ke tempat pembuangan akhir/pengolahan. Pada tahap pembuangan akhir/pengolahan, sampah akan mengalami pemrosesan baik secara fisik, kimia maupun biologis sedemikian hingga tuntas penyelesaian seluruh proses (Aboejoewono ,1985)
Sampah (refuse) adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan biologis (karena human waste tidak termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat .Sumber sampah bisa bermacam-macam, diantaranya adalah : dari rumah tangga, pasar, warung, kantor, bangunan umum, industri, dan jalan (Azwar, 1990).
Berdasarkan komposisi kimianya, maka sampah dibagi menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Penelitian mengenai sampah padat di Indonesia menunjukkan bahwa 80% merupakan sampah organik, dan diperkirakan 78% dari sampah tersebut dapat digunakan kembali (Outerbridge, ed., 1991).
Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam menangani sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir. Secara garis besar, kegiatan di dalam pengelolaan sampah meliputi pengendalian timbulan sampah, pengumpulan sampah, transfer dan transport, pengolahan dan pembuangan akhir (Kartikawan, 2007)
Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu adalah sistem manajemen yang mengintegrasikan aspek perencanaan pengelolaan sampah dengan pembangunan perkotaan, mempertimbangkan semua aspek terkait, seperti aspek ekonomi, lingkungan, sosial dan institusi, politik, keuangan dan aspek teknis secara simultan, serta memberi peluang bagi semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan (Damanhuri, 2007).
Konsep rencana pengelolaan sampah perlu dibuat dengan tujuan untuk mengembangkan suatu sistem pengelolaan sampah yang modern, dapat diandalkan dan efisien dengan tehnologi yang ramah lingkungan. Dalam sistem tersebut harus dapat melayani seluruh penduduk, meningkatkan standar kesehatan masyarakat dan memberikan peluang bagi masyarakat dan pihak swasta untuk berpartisipasi aktif. Pendekatan yang digunakan dalam konsep rencana pengelolaan sampah ini adalah “meningkatkan sistem pengelolaan sampah yang dapat memenuhi tuntutan dalam paradigma baru pengelolaan sampah”. Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk mengubah cara pandang “sampah dari bencana menjadi berkah” (Murtadho dan Said, 1988)
Untuk memenuhi target kebutuhan pelayanan pengelolaan sampah yang memadai pada masyarakat, perlu diciptakan iklim yang kondusif untuk menunjang peran serta masyarakat dan swasta. Sosialisasi konsep 3R (reduce, reuse and recycle) adalah target pertama yang dapat ditempuh. Diperlukan kampanye sadar kebersihan untuk mendorong masyarakat agar mau mengumpulkan sampah di tempatnya, bukan membuang sampah di tempatnya.( Daniel, dkk 1985)
Teknologi Pengolahan Sampah Terpadu menuju Zero Waste merupakan teknologi yang ramah lingkungan. Untuk tempat pembuangan akhir, dibagi menjadi tempat pembuangan tipe aman, tempat pembuangan terkontrol, tempat pembuangan terisolasi. Lebih lanjut, pembuangan sampah di TPA harus menggunakan metode sanitary landfill, sehingga kebutuhan lahan untuk
TPA dapat dibatasi dan kelestarian lingkungan dapat dijaga dan keberlanjutan dari lokasi dimaksud dapat dipertanggungjawabkan (Sidik dan Sutanto, 1985).
Sistem manajemen persampahan yang dikembangkan harus merupakan sistem manajemen yang berbasis pada masyarakat yang dimulai dari pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga. Para pemulung dapat ditingkatkan harkat dan martabatnya menjadi mitra tetap pada industri kecil pengolah bahan sampah menjadi bahan baku. Dana untuk membayar imbalan dari para pegawai/petugas yang terlibat dalam kebersihan kota dapat diperoleh dari : iuran warga (retribusi tetap dilakukan) ditambah dari hasil keuntungan dari pemrosesan bahan sampah. (Hadiwiardjo, 1997).
Prinsip-prinsip yang dapat diterapkan dalam penangan sampah misalnya dengan menerapkan prinsip 3-R, 4-R atau 5-R. Penanganan sampah 3-R adalah konsep penanganan sampah dengan cara reduce (mengurangi),reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur-ulang sampah), sedangkan 4-R ditambah replace (mengganti) mulai dari sumbernya. Prinsip 5-R selain 4 prinsip tersebut di atas ditambah lagi dengan replant (menanam kembali). Penanganan sampah 4-R sangat penting untuk dilaksanakan dalam rangka pengelolaan sampah padat perkotaan yang efisien dan efektif, sehingga diharapkan dapat mengrangi biaya pengelolaan sampah (Gunawan, 2007.)
Pemikiran konsep zero waste adalah pendekatan serta penerapan sistem dan teknologi pengolahan sampah perkotaan skala kawasan secara terpadu dengan sasaran untuk melakukan penanganan sampah perkotaan skala kawasan sehingga dapat mengurangi volume sampah sesedikit mungkin, serta terciptanya industri kecil daur ulang yang dikelola oleh masyarakat atau pemerintah daerah setempat. Konsep zero waste yaitu penerapan rinsip 3R (Reduce, Reuse, dan recycle), serta prinsip pengolahan sedekat mungkin dengan sumber sampah dengan maksud untuk mengurangi beban pengangkutan (transport cost), ( Bratasida, 1996.)
BAB II
ISI
A. Tujuan
Meningkatkan dan mengembangkan ketrampilan serta sikap dalam mengolah limbah kering atau basah rumah tangga maupun kampus.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Alat potong 1 buah
b. kantong plastic 3 buah
c. Wadah tertutup atau ember 3 buah
d. Sarung tangan 2 buah
e. Masker 1 buah
2. Bahan
a. Limbah atau sampah yang ada di dalam rumah tangga indoor-outdoor setiap mahasiswa.
b. Sampah yang ada di kampus terutama Fakultas KIP UMS.
C. Cara Kerja
a. Menyediakan tiga wadah atau kantong plastik tertutup yang berbeda dan menuliskan nama masing-masing kantong: kering, basah dan B3.
b. Menempatkan ketiga wadah tersebut pada ruang-ruang yang sering menghasilkan limbah atau sampah.
c. Mengumpulkan sampah atau limbah sesuai dengan tempat masing-masing selama empat hari sekali kemudian menimbang berat sampah yang dihasilkan.
d. Mengidentifikasi dan memilah menurut bentuk, jenis dan ukuran limbah yang telah terkumpul.
e. Melanjutkan kegiatan tersebut (point c dan d) selama 1 minggu sampai 40 hari.
f. Mencatat sebab-sebab ketiadaan atau peningkatan timbunan sampah jika selama percobaan di atas belum bisa diperoleh atau terdapat perubahan aktivitas anggota keluarga.
g. Memberitahu semua anggota baik secara lisan, peringatan, petunjuk atau pemberitahuan secara tertulis.
D. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil



No
Jenis sampah
Massa (kg) @ 3 hari
Keterangan
I
II
III
IV
1
Kertas/kardus/karton
1,5
1,85
2,5
2,1
-Ekologi rumah    tangga dan
dalam rumah

2
Plastik (kantong, botol)
0,45
0,53
0,3
0,5
3
Logam (besi, Al, Seng dst)
-
-
-
-
4
Kaca (pecahan, botol, bolam)
0,5
-
-
0,75
5
Kayu (triplek, potlot, batang)
-
-
-
-
6
Sampah organik basah (kulit, buah, sisa makanan)
-
0,35
0,2
0,25
7
Sampah B3
-
-
0,2
-

2. Pembahasan
Sampah atau limbah merupakan buangan atau bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan manusia dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk dari limbah dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Berdasarkan sifatnya sampah dapat dibedakan menjadi sampah organik dan anorganik. Sampah organik merupakan sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologis baik secara aerob maupun anaerob. Sedangkan sampah anorganik merupakan sampah yang yang tidak dapat diuraikan oleh proses biologi, ataupun dapat diuraikan tetapi membutuhkan waktu yang lama. Untuk golongan B3, sampah dikatakan bahan B3 jika mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya baik langsung atau tidak langsung dapat merusak dan mencemari lingkungan hidup serta membayakan kesehatan manusia. Berdasarkan bentuknya sampah dibedakan menjadi sampah padat dan cair. Sampah yang termasuk sampah padat adalah segala macam buangan selain kotoran manusia, urin dan sampah cair. Sedangkan sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan lagi dan dibuang ke tempat pembuangan.
Pengolahan limbah atau sampah merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah. Pengelolaan Limbah bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan, selain itu dapat mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis. Dengan pengolahan sampah maka dapat mengurangi timbunan sampah yang selama ini menjadi permasalahan yang sulit dipecahkan.
Untuk melakukan Pengolahan limbah secara ideal harus dimulai dari tingkat rumah tangga. Dimana setiap rumah tangga mulai ditanamkan kesadaran akan pentingnya melakukan pemisahan sampah organik dan
anorganik, sehingga untuk proses selanjutnya akan lebih mudah. Pemisahan sampah dilakukan dengan cara menyediakan kantung atau wadah untuk limbah organik dan anorganik. Sampah organik maupun anorganik yang telah tekumpul dapat di daur ulang kembali. Sehingga dapat mengurangi masa sampah yang ada di TPS maupun TPA.
Pada praktikum ini dilakukan pengumpulan dan pemisahan sampah berdasarkan sifatnya, yaitu sampah organik, anorganik dan sampah B3. Sampah-sampah tersebut dipisahkan sesuai dengan bentuk dan sifatnya kemudian ditimbang setiap tiga hari sekali untuk mengetahui masanya. Pada tiga hari pertama diperoleh sampah padat atau kering berupa kertas dan sejenisnya seberat 1,5 kg, pada tiga hari ke-2 ada 1,85 kg, untuk tiga hari ke-3 diperoleh 2,5 kg dan 2,1 kg pada tiga hari ke-4. Selain itu juga diperoleh sampah kaca dan sejenisnya sebesar 0,5 kg pada tiga hari pertama, untuk tiga hari ke-2 dan ke-3 tidak diperoleh sedangkan pada tiga hari ke-4 terdapat 0,75 kg kaca dan sejenisnya. Untuk sampah basah yang berupa kulit buah, sisa buah, dan sisa makanan pada tiga hari pertama tidak diperoleh, pada tiga hari ke-2 ada 0,25 kg sampah basah dan 0,2 kg seta 0,25 kg untuk tiga hari ke-3 dan ke-4. Untuk limbah B3 hanya diperoleh 0,2 kg pada tiga hari ke-3 yang berupa baterai bekas pakai.
Dari data di atas dapat diketahui bahwa sampah yang dihasilkan dari hari ke hari tidak mengalami perubahan yang signifikan, justru cenderung tetap. Ini dapat diakibatkan oleh konsumsi harian dari para praktikan dan telah adanya kesadaran akan dampak dari sampah sehingga praktikan dapat mengurangi atau menekan jumlah sampah yang dihasilkan.
Terdapat beberapa keuntungan dari adanya pemisahan limbah organik di tingkat rumah tangga adalah antara lain :
a. Limbah anorganik dapat didaur ulang tanpa melalui proses yang menjemukan
b. Limbah organik bisa dimanfaatkan untuk pupuk organik
c. Limbah organik bisa dimanfaatkan untuk makanan ternak seperti ayam, itik, babi, ikan, cacing dan lainnya
d. Biaya pengolahan limbah yang dikeluarkan Pemda menjadi berkurang
e. Masalah limbah organik ( bau busuk, hama dan penyakit ) di TPS
3. Diskusi
a. Pertanyaan
1) Bagaimana upaya untuk mengatasi timbulan sampah yang ada di sekitar kita?
2) Bagaimana Orientasi penanganan sampah dengan konsep zero waste?
3) Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi system pengelolan sampah perkotaan?
b. Jawaban
1) Upaya untuk mengatasi timbulan sampah yang ada di sekitar kita yaitu dengan pengelolaan sampah secara terpadu dengan meminimisasi sampah serta memaksimasi daur ulang dan pengomposan disertai TPA yang ramah lingkungan.
2) Orientasi penanganan sampah dengan konsep zero waste diantaranya meliputi :
1. Sistem pengolahan sampah secara terpadu.
2. Teknologi pengomposan.
3. Daur ulang sampah plastik dan kertas.
4. Teknologi pembakaran sampah dan insenator.
5. Teknologi pengolahan sampah organik menjadi pakan ternak.
6. Teknologi tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.
7. Peran serta masyarakat dalam penanganan sampah.
8. Pengolahan sampah kota metropolitan.
9. Peluang dan tantangan usaha daur ulang.
3) Faktor-faktor yang mempengaruhi system pengelolan sampah perkotaan, antara lain:
1. Kepadatan dan penyebaran penduduk.
2. Karakteristik fisik lingkungan dan sosial ekonomi.
3. Karakteristik sampah.
4. Budaya sikap dan perilaku masyarakat.
5. Jarak dari sumber sampah ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA).
6. Rencana tata ruang dan pengembangan kota.
7. Sarana pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan TPA.
8. Biaya yang tersedia.
9. Peraturan daerah setempat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Limbah merupakan buangan atau bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan manusia dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya.
2. Sampah organik merupakan sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologis baik secara aerob maupun anaerob.
3. Sampah anorganik merupakan sampah yang tidak dapat diuraikan oleh proses biologi, ataupun dapat diuraikan tetapi membutuhkan waktu yang lama.
4. Sampah dikatakan bahan B3 jika mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya baik langsung atau tidak langsung dapat merusak dan mencemari lingkungan hidup serta membayakan kesehatan manusia..
5. Pengolahan sampah merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah.
6. Pengelolaan Limbah bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar, meningkatan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan, serta dapat mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis..
7. Sampah yang paling banyak dihasilkan adalah sampah kering yang berupa kertas dan sejenisnya.
B. Saran
1. menggunakan atau mendaur ulang sampah-sampah yang dapat digunakan kembali.
2. Menanamkan kesadaran di dalam keluarga akan pentingnya mengolah sampah.
DAFTAR PUSTAKA
(daftar pustaka disembunyikan, merupakan dokumen pribadi)




LAPORAN PRAKTIKUM
PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK
LATIHAN II

MEMILAH DAN MENGGUNAKAN KEMBALI TIMBUNAN SAMPAH
(REUSE DAN RECYCLE)


Disusun oleh:
KELOMPOK IX
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam era globalisasi dewasa ini, pengelolaan lingkungan menjadi topik yang menarik perhatian banyak pihak di seluruh dunia karena berhubungan dengan produktivitas dan pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu topik yang menjadi permasalahan adalah semakin meningkatnya jumlah sampah sebagai hasil buangan dari aktivitas manusia. Seiring dengan bertambahnya kebutuhan manusia, maka banyak juga diciptakan usaha-usaha untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Untuk itu muncullah pabrik-pabrik industry sebagai pengolah bahan mentah untuk kemudian diolah dengan sedemikian rupa menjadi barang setengah jadi maupun barang siap pakai, untuk selanjutnya akan dikonsumsi masyarakat. Kemudian, masyarakat yang sebagai pelaku konsumsi pun akan “mengeluarkan” limbah-limbah sebagai hasil penggunaan dari barang produksi tersebut. Limbah inilah yang dinamakan limbah rumah tangga. Meskipun sedikit lebih “aman”, bukan berarti dapat seenaknya membiarkan limbah ini dibuang begitu saja.
Sampah kini menjadi permasalahan yang sulit diselesaikan. Jumlahnya yang semakin banyak mengakibatkan banyak masalah, seperti kebanjiran, kerusakan dan pencemaran lingkungan serta merusak keindahan lingkungan. Untuk itu diperlukan pengolahan sampah agar jumlahnya tidak terus menumpuk di TPA. Pengolahan sampah merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan kembali, pengolahan, dan penimbunan limbah. dengan melakukan pengolahan sampah maka sudah dapat membantu mengurangi permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan oleh sampah.
Dengan melakukan pengolahan sampah maka dapat mengurangi pengrusakan lingkungan oleh limbah-limbah rumah tangga, memberikan salah satu solusi cerdas pengolahan limbah rumah tangga secara tegas dan mengolah
limbah rumah tangga menjadi barang yang berdaya guna. Sampah-sampah rumah tangga dapat didaur ulang atau diproses kembali menjadi barang yang memiliki nilai ekonomi.
Salah satu sampah yang banyak ditemukan yaitu kaleng. Kaleng merupakan sampah yang sulit diuraikan oleh bakteri dan jamur sehingga keberadaanya sangat merugikan lingkungan. Penyusunan laporan ini diharapkan dapat memberikan salah satu solusi penanganan limbah rumah tangga yang berupa kaleng bekas sehingga dapat meminimalisir terjadinya pencemaran lingkungan dan menjadikan kaleng sebagai barang yang mempunyai nilai jual.
B. Tinjauan Pustaka
Metode 4 R (reduce, reuse, recycle, recovery) pada dasarnya ditujukan untuk efisiensi penggunaan materi dan energi, pemisahan ketidak-murnian dari limbah sehingga dapat digunakan kembali dan pemanfaatan kembali limbah untuk menghasilkan bahan baku sekunder atau memanfaatkan limbah yang semula dianggap tidak berharga menjadi produk lain (Michel, 1996).
Secara umum pengelolaan sampah di perkotaan dilakukan melalui 3 tahapan kegiatan, yakni : Pengumpulan diartikan sebagai pengelolaan sampah dari tempat asalnya sampai ke tempat pembuangan sementara sebelum menuju tahapan berikutnya. Tahapan pengangkutan dilakukan dengan menggunakan sarana bantuan berupa alat transportasi tertentu menuju ke tempat pembuangan akhir/pengolahan. Pada tahap pembuangan akhir/pengolahan, sampah akan mengalami pemrosesan baik secara fisik, kimia maupun biologis sedemikian hingga tuntas penyelesaian seluruh proses (Aboejoewono ,1985).
Sampah (refuse) adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi
bukan biologis (karena human waste tidak termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat .Sumber sampah bisa bermacam-macam, diantaranya adalah : dari rumah tangga, pasar, warung, kantor, bangunan umum, industri, dan jalan (Azwar, 1990).
Konsep rencana pengelolaan sampah perlu dibuat dengan tujuan untuk mengembangkan suatu sistem pengelolaan sampah yang modern, dapat diandalkan dan efisien dengan tehnologi yang ramah lingkungan. Dalam sistem tersebut harus dapat melayani seluruh penduduk, meningkatkan standar kesehatan masyarakat dan memberikan peluang bagi masyarakat dan pihak swasta untuk berpartisipasi aktif. Pendekatan yang digunakan dalam konsep rencana pengelolaan sampah ini adalah “meningkatkan sistem pengelolaan sampah yang dapat memenuhi tuntutan dalam paradigma baru pengelolaan sampah”. Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk mengubah cara pandang “sampah dari bencana menjadi berkah” (Murtadho dan Said, 1988).
Untuk memenuhi target kebutuhan pelayanan pengelolaan sampah yang memadai pada masyarakat, perlu diciptakan iklim yang kondusif untuk menunjang peran serta masyarakat dan swasta. Sosialisasi konsep 3R (reduce, reuse and recycle) adalah target pertama yang dapat ditempuh. Diperlukan kampanye sadar kebersihan untuk mendorong masyarakat agar mau mengumpulkan sampah di tempatnya, bukan membuang sampah di tempatnya ( Daniel, dkk 1985).
Sistem manajemen persampahan yang dikembangkan harus merupakan sistem manajemen yang berbasis pada masyarakat yang dimulai dari pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga. Para pemulung dapat ditingkatkan harkat dan martabatnya menjadi mitra tetap pada industri kecil pengolah bahan sampah menjadi bahan baku. Dana untuk membayar imbalan dari para pegawai/petugas yang terlibat dalam kebersihan kota dapat diperoleh dari : iuran warga (retribusi tetap dilakukan) ditambah dari hasil keuntungan dari pemrosesan bahan sampah (Hadiwiardjo, 1997).
Sampah plastik dan karet merupakan bahan organik yang susah dihancurkan melalui proses alami, kalaupun bisa prosesnya berlangsung cukup lama. Di Indonesia perusahaan-perusahaan yang mengolah kembali sisa atau sampah plastik dan karet menjadi produk baru lainnya suah banyak didirikan pada berbagai kota, akan tetapi jumlahnya masih belum seimbang dengan jumlah plastik dan karet yang diproduksi masyarakat. Perusahaan ini membeli sampah dan sisa plastik atau karet yang telah dikumpulkan dan dibersihkan oleh orang-orang tertentu, dibawa ke pabrik dan di sini melalui proses kimiawi maupun fisik diolah kembali menjadi produk lainnya (Susanta, 2007).
Reuse (menggunakan kembali) berarti menghemat dan mengurangi sampah dengan cara menggunakan kembali barang-barang yang telah dipakai. Apa saja barang yang masih bisa digunakan, seperti kertas berwarna-warni dari majalah bekas dapat dimanfaatkan untuk bungkus kado yang menarik. Menggunakan kembali barang bekas adalah wujud cinta lingkungan (Said, 1999).
Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Aphani, 2007).
Plastik adalah senyawa polimer yang terbentuk dari polimerisasi molekul- molekul kecil (monomer) hidrokarbon yang membentuk rantai yang panjang dengan struktur yang kaku. Plastik merupakan senyawa sintesis dari minyak bumi (terutama hidrokarbon rantai pendek) yang dibuat dengan reaksi polimerisasi molekul- molekul kecil (monomer) yang sama , sehingga membentuk rantai panjang dan kaku dan akan menjadi padat setelah temperatur
pembentukannya. Plastik memiliki titik didih dan titik beku yang beragam , tergantung dari monomer pembentuknya. Monomer yang sering digunakan adalah etena (C2H4), propena(C3H6), styrene(C8H8), vinil klorida, nylon dan karbonat(CO3). Plastik merupakan senyawa polimer yang penamaan nya sesuai dengan nama monomer nya dan diberi awalan poli-. Contohnya, plastik yang terbentuk dari monomer- monomer propena, namanya adalah polipropilena (Soehadji, 1999).
Reduce, Reuse, Recycle, Replace, dan Composting merupakan salah satu bentuk penanggulangan terhadap sampah. Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri, misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Laju pengurangan sampah lebih kecil dari pada laju produksinya. Hal ini lah yang menyebabkan sampah semakin menumpuk di setiap penjuru kota (Bahar, 1986).
BAB II
ISI
A. Tujuan
Meningkatkan dan mengembangkan sikap serta ketrampilan dalam usaha pemanfaatan kembali limbah kering atau basah rumah tangga maupun kampus.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Gunting 1 buah
b. Lem 1 buah
c. Kuas 1 buah
d. Penggaris 1 buah
e. Alat tulis 1 set
2. Bahan
a. Kaleng bekas 3 buah
b. Cat warna secukupnya
C. Cara Kerja
1. Bersihkan terlebih dahulu kaleng bekas yang akan digunakan.
2. Keringkan kaleng yang telah dibersihkan, lalu berikan cat dasar dengan warna putih.
3. Selanjutnya gambarlah desain yang ingin dibuat, dengan pensil.
4. Setelah digambar, langkah berikutnya yaitu memberikan warna yang menarik pada kaleng tersebut.
5. Terakhir berikan lapisan cat antitoksin agar warnanya lebih cemerlang, dan aman untuk digunakan anak-anak.
D. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil
miniatur motor
Kaleng warna
Tempat pensil
Kaleng warna
2. Pembahasan
Sampah atau limbah merupakan buangan atau bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan manusia dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk dari limbah dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Berdasrkan sifatnya sampah berupa sampah organik merupakan sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologis baik secara aerob maupun anaerob. Sedangkan sampah anorganik merupakan sampah yang yang tidak dapat diuraikan oleh proses biologi, ataupun dapat diuraikan tetapi membutuhkan waktu yang lama.
Pengolahan limbah atau sampah merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah. Pengelolaan Limbah bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan, selain itu dapat mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis. Dengan pengolahan sampah maka dapat mengurangi timbunan sampah yang selama ini menjadi permasalahan yang sulit dipecahkan.
Upaya untuk mencegah dan atau mengurangi timbulnya sampah, dapat dimulai sejak pemilihan bahan, teknologi proses, penggunaan materi dan energi dan pemanfaatan produk sampingan pada suatu sistem produksi. Minimisasi limbah dapat dilakukan dengan cara reduce, reuse, recycle, recovery.
a. Reduce: Upaya untuk mengurangi pemakaian atau penggunaan bahan baku seefisien mungkin di dalam suatu proses produksi, Juga memperhatikan agar limbah yang terbuang menjadi sedikit.
b. Reuse: Upaya penggunaan limbah untuk digunakan kembali tanpa mengalami proses pengolahan atau perubahan bentuk. Reuse dapat dilakukan di dalam atau di luar daerah proses produksi yang bersangkutan.
c. Recycle: Upaya pemanfaatan limbah dengan cara proses daur ulang melalui pengolahan fisik atau kimia, baik untuk menghasilkan produk yang sama maupun produk yang berlainan. Daur ulang dapat dilakukan di dalam atau di luar daerah proses produksi yang bersangkutan.
d. Recovery: Upaya pemanfaatan limbah dengan jalan memproses untuk memperoleh kembali materi/energi yang terkandung di dalamnya.
Salah satu sampah yang banyak ditemukan di lingkungan adalah kaleng. Kaleng merupakan merupakan sampah yang tidak dapat diuraikan oleh bakteri ataupun jamur. Keberadaan kaleng di alam mengakibatkan dampak yang buruk. Oleh sebab itu, kita seharusnya meminimalisir sampah kaleng. Usaha yang dapat dilakukan misalnya dengan mendaur ulang kaleng-kaleng tersebut menjadi barang yang bernilai ekonomis. Selain mampu mengurangi kerusakan dan pencemaran di lingkungan, hal tersebut juga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Berbagai kerajinan yang unik dan menarik dapat dibuat dari bahan kaleng. Yang sebelumnya kaleng hanya berupa barang bekas setelah didaur ulang dapat menjadi barang dengan nilai jual yang tinggi, seperti miniatur
motor, miniatur kapal dan mobil, dapat juga diwarnai dengan cat warna sehingga mempunyai penampilan yang menarik. Kaleng yang dapat didaur ulang berupa kaleng bekas dari kemasan susu kental manis, susu formula, kaleng kemasan biscuit, kaleng bekas cat, serta drum-drum bekas. Kaleng-kaleng tersebut dapat dibuat produk seperti celengan, tempat pensil, kotak CD, kotak majalah, kotak tisu, lampu, jam, kotak surat, meja belajar, kaleng kerupuk, drum tempat sampah, serta masih banyak lagi inovasi-inovasi baru.
Dengan usaha pengelolaan sampah secara daur ulang ini secara langsung dapat mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan. Jika biasanya tumpukan sampah di lingkungan rumah tangga menumpuk dan sia-sia, dengan sedikit kreatifitas dapat mengubah lingkungan ke arah yang lebih baik. Tidak hanya kaleng bekas saja yang dapat dimanfaatkan, masih banyak lagi sampah yang bisa didaur ulang seperti botol plastik, kertas koran dan plastik-plastik bekas kemasan. Usaha-usaha ini dapat dimulai dari diri sendiri atau dalam tingkat rumah tangga karena prosesnya yang relatif mudah dan tidak membutuhkan peralatan yang banyak, yang dibutuhkan hanyalah ketelatenan dan sedikit ketrampilan serta kreatifitas masyarakat.
Namun hingga saat ini, kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah dan pelestarian lingkungan masih sangat kurang. Hal ini merupakan salah satu akibat dari belum optimalnya sosialisasi program pengelolaan sampah secara efektif dan berkelanjutan kepada masyarakat. Oleh karena itu,dibutuhkan suatu program tentang pentingnya pengelolaan sampah dalam masyarakat.
3. Diskusi
a. Pertanyaan:
1) Bagaimanakah peran masyarakat dalam pemanfaatan limbah di Indonesia?
2) Manfaat apasajakah yang dapat diperoleh dari proses daur ulang sampah?
3) Apakah pengolahan limbah dengan prinsip 4R efektif untuk mengurangi jumlah sampah?
b. Jawaban:
1) Peran masyarakat dalam pemanfaatan limbah masih rendah, ini disebabkan karena rendahnya kesadaran masyarakat akan keberadaan sampah dilingkungan. Masyarakat umumnya tidak peduli akan dampak yang ditimbulkan oleh sampah itu. Ditambah lagi tidak ada bantuan dan dukungan dari pemerintah.
2) Manfaat yang dapat diperoleh dari daur ulang sampah antara lain:
a) Menumbuhkan kesadaran masyarakat utk mengelola sampah secara benar sejak dini.
b) Membangun kebiasaan dalam mengurangi, memilah & mendaur ulang sampah.
c) Masyarakat tidak harus membayar sampah, bahkan memberikan income bagi kampung.
d) Meringankan beban Pemerintah.
e) Menguntungkan perusahaan daur ulang
f) Mengurangi polusi udara, tanah dan air
g) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
3) Pengolahan sampah dengan prinsip 4R efektif untuk mengurangi jumlah sampah yang ada dimasayarakat, apabila seluruh lapisan dalam masyarakat ikut berperan aktif., baik dari pemerintah, pengusaha dan masyarakat umum. Hanya diperlukan kesadaran dari masing-masing individu untuk melakukan kegiatan tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sampah atau limbah merupakan buangan atau bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan manusia dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya.
2. Pengolahan limbah atau sampah merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah.
3. Upaya untuk mencegah dan atau mengurangi timbulnya sampah, dapat dimulai sejak pemilihan bahan, teknologi proses, penggunaan materi dan energi dan pemanfaatan produk sampingan pada suatu sistem produksi
4. Limbah kaleng bekas dapat didaur ulang menjadi kerajinan yang menarik dan mempunyai nilai ekonomis, seperti miniatur motor, tempat pensil, tempat tissu, dan kaleng hias.
B. Saran
1. Perlunya sosialisasi akan pentingnya pengelolaan sampah yang berkelamjutan kepada masyarakat.
2. Perlunya bantuan baik berupa dana ataupun dukungan dari pemerintah dan dinas-dinas terkait kepada masyarakat yang ingin berperan dalam pengelolaan sampah.
DAFTAR PUSTAKA
(dokumen pribadi)


LAPORAN PRAKTIKUM
PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK
LATIHAN III

KOMPOS


Disusun oleh:
KELOMPOK IX
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Di masa pemanasan global seperti sekarang ini, pertanian organik menjadi hal yang sedang dikembangkan dengan pesat. Hal ini dilatarbelakangi dengan masalah dimana semakin jenuhnya pemberian pupuk yang berasal dari industri. Tanah semakin kering, semakin miskin kandungan hara organik yang pada akhirnya merugikan petani dan pertanian saat ini. Atas dasar itulah diperlukan upaya dalam peningkatan kebutuhan bahan organik bagi tanaman. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan sisa-sisa bahan organik untuk diolah menjadi kompos.
Kompos dan pengomposan (composting) sudah dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Kompos merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan organik seperti dedaunan, jerami, kotoran hewan, sampah kota dan sebagainya. Proses pelapukan bahan-bahan tersebut dapat dipercepat melalui bantuan manusia. Secara garis besar membuat kompos berarti merangsang pertumbuhan bakteri (mikroorganisme) untuk menghancurkan atau menguraikan bahan-bahan yang dikomposkan sehingga terurai menjadi senyawa lain. Namun demikian, perkembangan teknologi industri telah menciptakan ketergantungan pertanian terhadap pupuk kimia buatan pabrik sehingga membuat orang melupakan kompos. Padahal kompos memiliki keunggulan-keunggulan lain yang tidak dapat digantikan oleh pupuk kimiawi, yaitu kompos mampu: a) Mengurangi kepekatan dan kepadatan tanah sehingga memudahkan perkembangan akar dan kemampuannya dalam penyerapan hara.b) Meningkatkan kemampuan tanah dalam mengikat air sehingga tanah dapat menyimpan air lebih ama dan mencegah terjadinya kekeringan pada tanah.c) Menahan erosi tanah sehingga mengurangi pencucian hara. d) Menciptakan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan jasad penghuni tanah seperti cacing dan mikroba tanah yang sangat berguna bagi
kesuburan tanah. Berkembangnya isu pertanian berkelanjutan ramah lingkungan, pencemaran dan penurunan tingkat kesuburan lahan akibat pupuk kimiawi, dan inefisiensi serta mahalnya harga pupuk buatan pabrik, telah menyebabkan peningkatan kembali minat masyarakat dan petani dalam memanfaatkan kompos sebagai pupuk dan pembenah tanah dalam sistem budidaya tanaman.
Serasah daun merupakan sampah yang mudah ditemui disekitar kita. Serasah daun berupa daun-daun yang telah jatuh dari pohonnya, sehingga dikatakan sebagai sampah atau limbah. Dengan mengolah sampah tersebut menjadi kompos berarti melakukan dua pekerjaan sekaligus, yaitu membuat kompos dan mengurangi beban lingkungan. Mengolah sampah menjadi kompos dan pupuk organik merupakan salah satu alternatif pengolahan sampah yang mudah, murah, dan cepat.
B. Tinjauan Pustaka
Kompos merupakan zat akhir suatu proses fermentasi tumpukan sampah atau serasah tanaman dan ada kalanya pula termasuk bangkai binatang. Sesuai dengan humifikasi fermentas suatu pemupukan, dirincikan oleh hasil bagi C/N yang menurun. Perkembangan mikrobia memerlukan waktu agar tercapai suatu keadaan fermentasi yang optimal. Pada kegiatan mempercepat proses dipakai aktifator, baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak, yaitu bahan dengan perkembangan mikrobia dengan fermentasi maksimum, aktifator dapat berupa kotoran hewan. Akhir fermentasi untuk C/N kompos berkisar 15 – 17, (Sutedjo, 2002).
Kompos mengandung hara makro dan mikro namun secara umum kadarnya rendah bergantung dari jenis bahan organiknya, Oleh karena itu diperlukan sumber hara lain yang berkadar hara tinggi yang dapat meningkatkan kadar hara kompos. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah, merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur
tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. lewat proses alamiah. Namun proses tersebut berlangsung lama sekali padahal kebutuhan akan tanah yang subur sudah mendesak. Oleh karenanya proses tersebut perlu dipercepat dengan bantuan manusia. Dengan cara yang baik, proses mempercepat pembuatan kompos berlangsung wajar sehingga bisa diperoleh kompos yang berkualitas baik (Murbandono, 2000).
Proses pengomposan melalui 3 tahapan dan proses perombakan bahan organik secara alami membutuhkan waktu yang relatif (3-4 bulan), mikroorganisme umumnya berumur pendek. Sel-sel yang mati oleh populasi organisme lainnya digunakan untuk dijadikan substrat yang lebih cocok dari pada residu tanaman itu sendiri. Secara keseluruhan proses dekomposisi umumnya meliputi spektrum yang luas dari mikroorganisme yang memanfaatkan substrat tersebut, yang dibedakan atas jenis enzim yang dihasilkannya (Saraswati, dkk, 2006).
Kompos dikatakan bagus dan siap digunakan jika tingkat kematangannya sempurna. Kompos yang baik dapat dikenali dengan memperhatikan bentuk fisiknya, jika diraba, suhu tumpukan bahan yang dikomposkan sudah dingin, mendekati suhu ruang, tidak mengeluarkan bau busuk, bentuk fisiknya sudah menyerupai tanah yang berwarna hitam. Jika dianalisis dilaboratorium, kompos yang sudah matang akan memiliki ciri yakni, tingkat keasaman (pH) kompos antara 6,5 – 7,5, memiliki rasio C/N sebesar 10 – 20, kapasitas tukar kation (KTK) tinggi, mencapai 110 mek/100 gram, daya absorbsi (penyerapan) air tinggi. (Simamora. S, 2006). Pupuk kimia dapat menimbulkan masalah lingkungan yaitu dapat merusak keadaan tanah dan air,
sedangkan kompos justru memperbaiki sifat tanah dan lingkungan, (Dipo yuwono, 2007).
Bahan baku pengomposan adalah semua material organik yang mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijau, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian, sehingga dengan demikian, kompos merupakan sumber bahan organik dan nutrisi tanaman. Kemungkinan bahan dasar kompos mengandung selulosa 15-60%, enzi hemiselulosa 10-30%, lignin 5-30%, protein 5-30%, bahan mineral (abu) 3-5%, di samping itu terdapat bahan larut air panas dan dingin (gula, pati, asam amino, urea, garam amonium) sebanyak 2-30% dan 1-15% lemak larut eter dan alkohol, minyak dan lilin. Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen, (Toharisman, 1991).
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Pengomposan didefinisikan sebagai proses biokimiawi yang melibatkan jasad renik sebagai agensia (perantara) yang merombak bahan organik menjadi bahan yang mirip dengan humus. Hasil perombakan tersebut disebut kompos. Kompos biasanya dimanfaatkan sebagai pupuk dan pembenah tanah, ( J.H. Crawford, 2003).
Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar
antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma, (BSN, 2004)
pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral,( Isroi, 2008)
Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri, (Simamora, dkk, 2006)
Kelembaban (Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan
menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap, (Sutanto, 2002).
BAB II
ISI
A. Tujuan
1. Meningkatkan dan mengembangkan ketrampilan serta sikap dalam mengolah limbah.
2. Mengetahui proses pembuatan kompos.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Ember cat ukuran 5 kg 1buah
b. Ember ukuran besar 1buah
c. Solder 1buah
d. Pisau 2 buah
e. Gelas aqua 3buah
f. Timbangan 1buah
g. Gelas ukur 1buah
h. Pengaduk 1buah
i. Masker 1buah
j. Sarung tangan 2 buah
2. Bahan
a. Serasah daun kampus ± 1,5 kg
b. Air 1000 ml
c. Kotoran sapi 200 ml
d. Fermipan
C. Prosedur Pelaksanaan
1. Tanggal : jum’at, 30 desember 2011
2. Tempat : laboratorium FKIP Biologi UMS
3. Waktu : pukul 14.00-15.30 WIB.
4. Cara kerja:
1. Melubangi bagian bawah ember yang akan digunakan sebagai wadah pengomposan sebanyak 3 lubang menggunakan solder.
2. Memotong-motong serasah daun menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.
3. Mencairkan kotoran sapi dengan air.
4. Mencampurkan potongan serasah daun dengan kotoran sapi yang telah dicairkan sebelumnya.
5. Memasukkan campuran tersebut ke dalam ember cat dan ditutup rapat.
6. Memasang gelas aqua pada bagian bawah ember yang telah dilubangi untuk menampung lindi.
D. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil

Parameter
Pengamatan hari ke-
3
6
9
12
Tekstur
kasar
kasar
kasar
kasar
Bau
Alkohol/ banyak
Alkohol/ banyak
Alkohol/ sedikit
Alkohol/ sedikit
Warna
Coklat muda
Coklat muda
Coklat muda
Coklat tua
Keterangan
Adanya misellia berwarna putih
Adanya misellia berwarna putih yang semakin banyak
Adanya misellia berwarna putih yang semakin banyak.
Adanya misellia berwarna putih yang semakin banyak.

2. Pembahasan
Kompos adalah hasil penguraian parsial atau tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik. Pada praktikum ini dilakukan pembuatan kompos secara semi anaerobik dengan menggunakan bahan-bahan yang berasal dari serasah daun dengan adanya penambahan kotoran sapi. Serasah daun digunakan sebagai sumber bahan karbon (C), kotoran hewan digunakan sebagai sumber nitrogen yang didalamnya terkandung
amoniak dan sebagai sumber mikroorganisme, sedangkan fermipan digunakan untuk memfermentasikan bahan-bahan organik seperti serasah daun dan kotoran hewan menjadi senyawa-senyawa anorganik, sehingga dapat diserap langsung oleh tanaman untuk dapat tumbuh dan berproduksi serta mengandung organisme mikro yang dibutuhkan oleh tanah. Dalam proses pengomposan, wadah tempat pembuatan kompos harus ditutup untuk menghindari evaporasi berlebihan dan penguapan N. Sedangkan lubang pada wadah berfungsi sebagai sumber oksigen bagi bakteri dan fungi yang akan membantu mempercepat proses dekomposisi dimana sebagian akan dipengaruhi oleh struktur dan ukuran partikel bahan dasar. Semakin kasar struktur, maka semakin rendah kelembaban relatif bahan dasar tersebut akibat semakin besarnya volume pori udara dalam bahan campuran. Penambahan kotoran hewan pada pembuatan kompos ini dapat meningkatkan kandungan karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P2O5) serta dapat menurunkan C/N rasio kompos.
Tiga prinsip dalam pembuatan kompos yaitu adanya proses mikrobiologis yaitu memanfaatkan peran dari organisme, berlangsung secara aerob atau anaerobik dan hal yang penting adalah rasio C/N dari bahan yang digunakan dalam pembuatan kompos dan hasil akhir ketika kompos tersebut jadi. Rasio C/N awal perlu diperhatikan karena C merupakan sumber energi bagi dekomposer sedangkan N merupakan untuk membentuk protein mikroba. Hasil akhir rasio C/N yang sesuai maka memperlihatkan pH kompos yang semakin mendekati netral. Pada pembuatan kompos kali ini dilakukan secara anaerobik yaitu proses pembuatan kompos yang hanya membutuhkan sedikit oksigen. Pertama kali bakteri fakultatif penghasil asam akan menguraikan bahah organik menjadi asam lemak dan aldehida kemudian kelompok bakteri lainnya mengubah asam lemak menjadi metan, amoniak, CO2, dan hidrogen. Energi yang dilepasakan pada pembuatan kompos secara anaerobik ini hanya melepaskan energi sebesar 26 kcal/mol glukosa.
Ada 3 proses dalam pembuatan kompos ini yaitu tahap dekomposisi dan sanitasi, tahap konversi dan tahap sintesis. Pada tahap awal, pra matang terjadi dekomposisi sensitif dengan suhu yang tinggi dalam jangka waktu yang relatif singkat. Proses dekomposisi yang kurang baik umumnya disebabkan oleh kelembaban relatif yang tidak sesuai atau pencampuran bahan dasar yang tidak tepat. Kesalahan seperti ini masih dapat ditanggulangi dimana hal yang penting adalah dengan dilakukan pemantauan secara berkala. Lama periode dekomposisi awal dipengaruhi oleh hal – hal sebagai berikut yaitu :
a. komposisi bahan terkait keseragaman.
b. ukuran partikel dan jenis partikel itu sendiri
c. kandungan air bahan dasa
d. kondisi sirkulasi udara
e. kondisi iklim setempat.
Selama dekomposisi berlangsung tahap awal, pra pematangan timbunan terbagi dalam 3 mintakat yaitu pada bagian atas mintakat dihuni oleh jenis fungi, di bagian tengah mintakat kering dan panas, sedangkan pada bagian bawah timbunan mintakat potensial basah. Jika bagian dasar mengandung air dalam jumlah yang berlebih maka akan menyebabkan kompos menjadi berbau busuk dan menyengat. Ketika mengalami kondisi seperti ini selain disebabkan oleh persentase penyusunan bahan yang tidak sesuai diakibatkan juga oleh kurang oksigen (kurang aerasi), kurangnya bahan voluminous, persen N terlalu tinggi dan bahan terpadatkan. Maka penyelesaiannya adalah dengan dibalik dan ditambahkan bahan voluminous. Pembalikan ini bertujuan untuk menghindari penyebaran bau busuk dan meningkatkan pasokan oksigen (proses aerasi). Pasokan oksigen dibutuhkan oleh mikroba dalam menghancurkan struktur dan partikel bahan kasar. Untuk mengetahui kematangan kompos dapat diketahui dengan beberapa cara yaitu :
a. Dicium
Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa berbau yang mungkin berbahaya bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos masih belum matang.
b. Kekerasan bahan
Kompos yang telah matang akan terasa lunak ketika dihancurkan. Bentuk kompos mungkin masih menyerupai bahan asalnya, tetapi ketika diremas – remas akan mudah hancur.
c. Warna kompos
Kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang. Selama proses pengomposan pada permukaan kompos seringkali juga terlihat miselium jamur yang berwarna putih.
d. Penyusutan
Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar antara 20 – 40 %. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos belum matang.
e. Suhu
Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50oC, berarti proses pengomposan masih berlangsung aktif dan kompos belum cukup matang.
Pengamatan pada praktikum ini dilakukan setiap satu minggu sekali. Pada pengamatan minggu pertama diketahui tekstur kompos kasar dengan
warna coklat tua. Tercium pula bau yang tidak sedap dan menyengat, serta terdapat miselia berwarna putih pada permukaan kompos. Sedangkan pada minggu kedua diketahui tekstur masih sama dengan pengamatan pertama yaitu kasar tetapi warna mulai berubah menjadi coklat kehitaman dengan miselia yang semakin banyak. Bau tidak sedap pada kompos berkurang dan pada minggu kedua ini baunya seperti bau tanah. Ini menandakan bahwa kompos telah hampir jadi, karena kompos yang matang mempunyai aroma seperti tanah atau harum.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses pengomposan antara lain sebagai berikut:
a. Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
b. Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas).
c. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban).
Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
d. Porositas
Adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
e. Kelembaban (Moisture content)
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen. Kelembaban 40 – 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
f. Temperatur atau suhu panas yang dihasilkan dari aktivitas mikroba.
Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 – 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan
membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
g. pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5.
h. Lama pengomposan
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.
3. Diskusi
a. Adakah manfaat lain dari kompos selain menyuburkan tanah?
Jawaban: ada, selain sebagai penyubur tanah kompos juga berperan memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Selain itu kompos juga mempunyai manfaat dari beberapa aspek, seperti:
1) Aspek ekonomi:
a) Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
b) Mengurangi volume/ukuran limbah
c) Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
2) Aspek bagi tanah/tanaman :
a) Meningkatkan kesuburan tanah
b) Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
c) Meningkatkan kapasitas serap air tanah
d) Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
e) Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
f) Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
g) Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
h) Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
b. Faktor-faktor apa sajakah yang harus diperhatikan dalam pengomposan?
Jawaban: faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengomposan yaitu:
1) Rasio C/N
2) Aerasi
3) Suhu
4) Porositas
5) pH
6) kelembapan
7) ukuran partikel
8) lama pengomposan
c. Mengapa dalam pengomposan ini digunakan kotoran hewan?
jawaban: kotoran hewan digunakan sebagai sumber mikroba dan nitrogen yang didalamnya terkandung amoniak. Amoniak ini akan dinitrifikasi oleh bakteri nitrit, sehingga menghasilkan nitrat yang akan diserap oleh akar tumbuhan sehingga kandungan kompos yang dihasilkan akan mengandung nitrogen yang baik untuk akar tumbuhan dengan kandungan yang tidak berlebihan.
d. Adakah keunggulan atau kelebihan dari kompos dibandingkan dengan pupuk kimiawi?
Jawaban: kompos memiliki keunggulan-keunggulan lain yang tidak dapat digantikan oleh pupuk kimiawi, yaitu:
1) Mengurangi kepekatan dan kepadatan tanah sehingga memudahkan perkembangan akar dan kemampuannya dalam penyerapan hara.
2) Meningkatkan kemampuan tanah dalam mengikat air sehingga tanah dapat menyimpan air lebih lama dan mencegah terjadinya kekeringan pada tanah.
3) Menahan erosi tanah sehingga mengurangi pencucian hara.
Menciptakan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan jasad penghuni tanah seperti cacing dan mikroba tanah yang sangat berguna bagi kesuburan tanah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kompos adalah hasil penguraian parsial atau tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik.
2. Ada 3 proses dalam pembuatan kompos ini yaitu tahap dekomposisi dan sanitasi, tahap konversi dan tahap sintesis
3. Tiga prinsip dalam pembuatan kompos yaitu adanya proses mikrobiologis yaitu memanfaatkan peran dari organisme, berlangsung secara aerob atau anaerobik dan hal yang penting adalah rasio C/N dari bahan yang digunakan dalam pembuatan kompos dan hasil akhir ketika kompos tersebut jadi
4. faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengomposan yaitu:
a. Rasio C/N
b. Aerasi
c. Suhu
d. Porositas
e. pH
f. kelembapan
g. ukuran partikel
h. lama pengomposan
B. Saran
Untuk bahan pembuatan kompos sebaiknya menggunakan sampah yang tidak basah, sampah yang terlalu basah dapat mempengaruhi aktivitas mikroba selama pengomposan.
DAFTAR PUSTAKA
(dokumen pribadi)
.
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK
LATIHAN IV

PEMBUATAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI


Disusun oleh:
KELOMPOK IX
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Minyak tanah menjadi barang paling langka yang banyak dicari orang saat ini. Orang rela mengantre dan saling bersikutan hanya untuk mendapat beberapa liter minyak tanah. Dengan harga yang melambung pun, minyak tanah tetap dibeli. Begitu juga dengan harga gas el-pigi yang mulai merambah dikalangan masyarakat. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) serta kecenderungan akan kelangkaan minyak tanah menjadikan pemanfaatan sumber energi alternatif mulai diperhitungkan. Salah satu sumber energi alternatif yang besar peluangnya untuk dikembangkan pemanfaatannya di Indonesia adalah energi biogas.
Biogas berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran manusia dan kotoran hewan yang dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobic digestion. Pembuatan biogas dari kotoran hewan, khususnya sapi ini berpotensi sebagai energi alternatif yang ramah lingkungan, karena selain dapat memanfaatkan limbah ternak, sisa dari pembuatan biogas yang berupa slurry dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman.
Biogas atau metana dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti halnya gas alam. Biogas mengandung berbagai macam zat, baik yang terbakar maupun zat yang tidak dapat dibakar. Zat yang tidak dapat dibakar merupakan kendala yang dapat mengurangi mutu pembakaran gas tersebut. Seperti pada table walaupun kandungan kalornya relatif rendah dibandingkan dengan gas alam, butana dan propana, tetapi masih lebih tinggi dari gas batu bara. Selain itu biogas ramah lingkungan, karena sumber bahannya memiliki rantai karbon yang lebih pendek bila dibandingkan dengan minyak tanah, sehingga gas CO yang dihasilkan relatif kecil.
Biogas adalah gas produk akhir pecernaan atau degradasi anaerobik bahan bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerobik dalam lingkungan bebas oksigen atau udara. Komponen terbesar biogas adalah Methana (CH4, 54-80%-vol) dan karbondioksida (CO2, 20-45%-vol) serta sejumlah kecil H2, N2 dan H2S.
Proses anaerob merupakan Proses penguaraian oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan organik terjadi secara anaerob. Pada prinsipnya proses anaerob adalah proses biologi yang berlangsung pada kondisi tanpa oksigen oleh mikrooeganisme tertentu yang mampu mengubah senyawa organik menjadi metana (biogas). Proses ini banyak dikembangkan untuk mengolah kotoran hewan dan manusia atau air limbah yang kandungan bahan organiknya tinggi.
Melalui praktikum ini diharapkan praktikan mampu membuat biogas sendiri dan dapat memanfaatkan limbah kotoran hewan terutama kotoran sapi, Selama ini pemanfaatan kotoran sapi masih belum optimal. Biasanya hanya digunakan sebagai pupuk kandang atau bahkan hanya ditimbun sehingga dapat menimbulkan masalah lingkungan. Padahal kotoran sapi dapat dijadikan bahan baku untuk menghasilkan energi terbarukan (renewable) dalam bentuk biogas. Selain itu melalui praktikum ini diharapkan praktikan lebih mengenal teknologi yang lebih hemat, bermanfaat dan ramah lingkungan.
B. Tinjauan Pustaka
Fitria (2099), menyatakan bahwa biogas merupakan gas campuran metana (CH4), karbondioksida (CO2) dan gas lainnya yang didapat dari hasil penguraian bahan organik (seperti kotoran hewan, kotoran manusia, dan tumbuhan) oleh bakteri metanogen. Untuk menghasilkan biogas, bahan organik yang dibutuhkan, ditampung dalam biodigester. Proses penguraian bahan organik terjadi secara anaerob (tanpa oksigen). Biogas terbentuk pada hari ke 4-5 sesudah biodigester terisi penuh dan mencapai puncak pada hari ke 20-25. Biogas yang dihasilkan sebagian besar terdiri dari 50-70% metana (CH4), 30-40% karbondioksida (CO2) dan gas lainnya dalam jumlah kecil.
Firdaus (2009), Menyatakan bahwa Biogas dihasilkan apabila bahan-bahan organik terurai menjadi senyawa-senyawa pembentuknya dalam keadaan tanpa oksigen (anaerob). Fermentasi anaerobik ini biasa terjadi secara alami di tanah yang basah, seperti dasar danau dan di dalam tanah pada kedalaman tertentu. Proses fermentasi adalah penguraian bahan-bahan organik dengan bantuan mikroorganisme. Fermentasi anaerob dapat menghasilkan gas yang mengandung sedikitnya 50% metana. Gas inilah yang biasa disebut dengan biogas. Biogas dapat dihasilkan dari fermentasi sampah organik seperti sampah pasar, daun daunan, dan kotoran hewan yang berasal dari sapi, babi, kambing, kuda, atau yang lainnya, bahkan kotoran manusia sekalipun. Gas yang dihasilkan memiliki komposisi yang berbeda tergantung dari jenis hewan yang menghasilkannya.
Juangga (2007), menyatakan bahwa Biogas dapat dijadikan sebagai bahan bakar karena mengandung gas metana (CH4) dalam prosentase yang cukup tinggi. Komponen biogas selengkapnya adalah sebagai berikut:
Jenis gas (%)
Jumlah (%)
Metana (CH4)
Nitrogen (N2)
50-70
0-0,3
Karbondioksida (CO2)
Hidrogen (H2)
Oksigen (O2)
Hidrogen sulfida (H2S)
25-45
1-5
0,1-0,5
0-3
Purnama (2009) menyatakan bahwa Sifat–sifat kimia dan fisika dari biogas antara lain :
1. Tidak seperti LPG yang bisa dicairkan dengan tekanan tinggi pada suhu normal, biogas hanya dapat dicairkan pada suhu –178 oC sehingga untuk menyimpannya dalam sebuah tangki yang praktis mungkin sangat sulit. Jalan terbaik adalah menyalurkan biogas yang dihasilkan untuk langsung dipakai baik sebagai bahan bakar untuk memasak, penerangan dan lain–lain.
2. Biogas denganudara (oksigen) dapat membentuk campuran yang mudah meledak apabila terkena nyala api karena flash point dari metana (CH4) yaitu sebesar -188 ºC dan autoignition dari metana adalah sebesar 595 ºC.
3. Biogas tidak menghasilkan karbon monoksida apabila dibakar sehingga aman dipakai untuk keperluan rumah tangga.
4. Komponen metana dalam biogas bersifat narkotika pada manusia, apabila dihirup langsung dapat mengakibatkan kesulitan bernapas dan mengakibatkan kematian.
Sulfyandi (2001) menyatakan bahwa kotoran hewan lebih sering dipilih sebagai bahan pembuat biogas karena banyak tersedia dan mudah diperoleh. Bahan ini memiliki keseimbangan nutrisi, mudah diencerkan dan relatif dapat diproses secara biologi. Selain itu kotoran yang masih segar lebih mudah diproses dibandingkan dengan kotoran yang lama dan telah mengering. Kotoran sapi merupakan substrat yang paling cocok sebagai sumber penghasil
biogas, karena telah meengandung bakteri penghasil gas metana yang terdapat dalam perut ruminansia. Bakteri tersebut membantu dalam proses fermentasi sehingga mempercepat proses pembentukan biogas.
Pambudi (2008), menyatakan bahwa secara garis besar proses pembentukan biogas dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
1. Tahap Hidrolisis (Hydrolysis)
Pada tahap ini, bakteri memutuskan rantai panjang karbohidrat kompleks; protein dan lipida menjadi senyawa rantai pendek. Contohnya polisakarida diubah menjadi monosakarida, sedangkan protein diubah menjadi peptide dan asam amino.
2. Tahap Asidifikasi (Acidogenesis dan Acetogenesis)
Pada tahap ini, bakteri (Acetobacter aceti) menghasilkan asam untuk mengubah senyawa rantai pendek hasil proses hidrolisis menjadi asam asetat, hidrogen, dan karbon dioksida. Bakteri tersebut merupakan bakteri anaerob yang dapat tumbuh dan berkembang dalam keadaan asam. Bakteri memerlukan oksigen dan karbondioksida yang diperoleh dari oksigen yang terlarut untuk menghasilkan asam asetat. Pembentukan asam pada kondisi anaerobik tersebut penting untuk pembentukan gas metana oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya. Selain itu bakteri tersebut juga mengubah senyawa berantai pendek menjadi alkohol, asam organik, asam amino, karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan sedikit gas metana.Tahap ini termasuk reaksi eksotermis yang menghasilkan energi.
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (-118 kJ per mol)
3. Tahap Pembentukan Gas Metana (Methanogenesis)
Pada tahap ini, bakteri Methanobacterium omelianski mengubah senyawa hasil proses asidifikasi menjadi metana dan CO2 dalam kondisi anaerob. Proses pembentukan gas metana ini termasuk reaksi eksotermis.
CH3COO- + H+ CH4 + CO2 (-36 Kj per mol).
Unus (2002), menyatakan bahwa Proses pembuatan biogas dengan menggunakan biodigester pada prinsipnya adalah menciptakan suatu sistem kedap udara dengan bagian–bagian pokok yang terdiri dari tangki pencerna (digester tank), lubang input bahan baku, lubang output lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan lubang penyaluran biogas yang terbentuk. Dalam digester terkandung bakteri metana yang akan mengolah limbah organik menjadi biogas
Zachrayni (2009) menyatakan bahwa ada beberapa jenis reaktor biogas yang sering digunakan antara lain:
1. Reaktor Kubah Tetap (Fixed Dome)
Reaktor ini dibuat pertama kali di Cina sekitar tahun 1930-an, kemudian sejak saat itu reaktor ini berkembang dengan berbagai model. Reaktor ini memiliki dua bagian. Bagian pertama adalah digester sebagai tempat pencerna material biogas dan sebagai rumah bagi bakteri, baik bakteri pembentuk asam maupun bakteri pembentuk gas metana.
Bagian ini dapat dibuat dengan kedalaman tertentu menggunakan batu, batubata atau beton. Strukturnya harus kuat karena menahan gas agar tidak terjadi kebocoran. Bagian kedua adalah kubah tetap (fixed dome). Dinamakan kubah tetap karena bentuknya menyerupai kubah dan bagian ini merupakan pengumpul gas yang tidak bergerak (fixed). Gas yang dihasilkan dari material organik pada digester akan mengalir dan disimpan di bagian kubah.
Kelebihan dari reaktor ini adalah biaya konstruksi lebih murah daripada menggunakan reaktor terapung karena tidak memiliki bagian bergerak yang menggunakan besi. Sedangkan kekurangan dari reaktor ini adalah seringnya terjadi kehilangan gas pada bagian kubah karena konstruksi tetapnya.
2. Reaktor Terapung (Floating Drum Reactor)
Reaktor jenis terapung pertama kali dikembangkan di India pada tahun 1937. Reaktor ini memiliki bagian digester yang sama dengan reaktor kubah-tetap. Perbedaannya terletak pada bagian penampung gas yang menggunakan drum yang bergerak. Drum ini dapat bergerak naik-turun yang berfungsi untuk menyimpan gas. Pergerakan drum mengapung pada cairan tergantung dari jumlah gas yang dihasilkan.
3. Reaktor Balon (Balloon Reactor)
Reaktor balon merupakan jenis reaktor yang banyak digunakan pada skala rumah tangga yang menggunakan bahan plastik sehingga lebih efisien dalam penanganan dan perubahan tempat biogas. Reaktor ini terdiri dari bagian yang berfungsi sebagai digester dan bagian penyimpan gas yang berhubungan tanpa sekat. Material organik terletak di bagian bawah karena memiliki berat yang lebih besar dibandingkan gas yang akan mengisi pada rongga atas.
Erawati (2009), menyatakan bahwa Digester dibagi menjadi dua tipe berdasarkan jumlah tahapan prosesnya, yaitu :
1. Single Stage (Satu Tahap)
Seluruh proses pembuatan biogas dilakukan hanya dalam satu digester saja.
2. Multi Stage (Multi Tahap)
Proses dilakukan di dalam dua buah digester yang bekerja secara seri. Pada digester pertama berlangsung reaksi hydrolysis, acetogenesis dan acidogenesis. Setelah itu material dipanaskan lalu dipompa ke digester kedua untuk reaksi methanogenesis
Saputro (2004), menyatakan bahwa dalam pembuatan biogas, komposisi bahan baku feses, air dan rumen (starter) harus seimbang agar
menghasilkan biogas yang maksimal. Jika perbandingan tidak seimbang, misal rumen lebih banyak dari feses dan air, maka biogas yang dihasilkan sedikit, karena pada campuran bahan baku ini hanya ada sumber bakteri saja tanpa adanya substrat, sehingga bakteri akan kekurangan makanan dan menjadi tidak produktif. Starter yang bisa digunakan antara lain lumpur aktif dan rumen sapi.
BAB II
ISI
A. Tujuan
1. Mempelajari proses pembuatan biogas dari kotoran sapi.
2. Menambah wawasan tentang bahan alternatif penghasil biogas dan cara pengaplikasiannya.
3. Meminimalisir limbah kotoran sapi yang cenderung tidak dimanfaatkan dan menjadi masalah lingkungan.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a. selang diameter 0.5cm :1m
b. solder :1 buah
c. lem castol: secukupnya
2. Bahan
a. Stater kotoran sapi 200ml
b. Limbah Buah 100ml
c. Air 100ml
d. botol air mineral 1.5 L : 1 buah
e. botol air minenal 600mL:2 buah
3. Prosedur Kerja
a. Melubangi tutup botol dengan menggunakan solder :
pada botol 1.5L 1 lubang , pada botol 600mL 2 lubang
b. Memasukan selang pada tutup-tutup botol, sedemikian rupa sehingga terlihat seperti pada gambar:
c. Memasukan stater kotoran sapi pada botol 1.5L sebanyak 500mlml
d. Menambahkan air sebanyak 600ml
e. Menutup botol sedemikian rupa sehingga tersusun seperti gambar.
f. Mendiamkan selama 2 minggu
g. Memeriksa dan menggati botol pengumpul gas, serta menghitung volume gas yang didapat.
C. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil
Alat penghasil biogas model ini terbuat dari bahan yang murah dan mudah didapat, yaitu terbuat dari botol bekas air mineral . Alat ini terdiri atas tiga komponen utama, yaitu:
a) Botol pencerna (1,5mL) (biodigester)
b) Botol pengumpul gas (600ml)
c) Botol penyekat (600ml)
Alat penghasil biogas model ini bekerja dengan cara memasukkan bahan isian (kotoran sapi) yang telah dicampur air dengan komposisi 200 mL, air 100ml, serta limbah buah yang telah dihancurkan sebanyak 100ml. Campuran bahan dari kotoran sapi, limbah buah dan air diaduk terlebih dahulu secara merata agar pemasukan bahan ke botol dapat berlangsung baik. Pada lubang saluran pemasukan dan pengeluaran ditutup untuk mengkondisikan digester anaerob.
Produksi biogas hasil fermentasi anaerob oleh biodigester dihitung pada hari ke-14 atau minggu ke 2. Gas yang dihasilkan dengan sendirinya mengalir ke botol penampung gas. Massa botol pengumpul dapat terangkat dengan semakin bertambahnya produk biogas dengan memanfaatkan gaya dorong air yang ada pada botol penyekat. Setelah air berpindah, hal ini menunjukan banyaknya biogas yang dihasilkan. Dari praktikum ini didapatkan hasil:
a. Volume biogas = volume air yang berpindah = 575ml
b. Kualitas gas:
Gas yang ditampung pada botol pengumpul gas saat didekatkan dengan api dapat terbakar. Hal ini menunjukan bahwa gas stersebut memiliki kualitas yang baik dan dapat digunakan sebagai alternatif bahan bakar.
2. Pembahasan
Biogas adalah gas produk akhir pecernaan atau degradasi anaerobik bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerobik dalam lingkungan bebas oksigen atau udara. Komponen terbesar biogas adalah Methana (CH4, 54-80%-vol) dan karbondioksida (CO2, 20-45%-vol) serta sejumlah kecil H2, N2 dan H2S. Biogas atau metana dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti halnya gas alam. Tujuan utama pembuatan biogas dalam praktikum ini adalah mempelajari proses pembuatan biogas dari kotoran sapi, menambah wawasan tentang bahan alternatif penghasil biogas dan cara pengaplikasiannya, serta meminimalisir limbah kotoran sapi yang cenderung tidak dimanfaatkan dan menjadi masalah lingkungan.
Biogas merupakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, karena sumber bahannya memiliki rantai karbon yang lebih pendek bila dibandingkan dengan minyak tanah, sehingga gas CO yang dihasilkan relatif kecil.
Dari segi operasional reaksi yang digunakan, digester terbagi menjadi dua tipe yaitu :
1. Tipe Batch Digestion
Pada tipe ini bahan baku dimasukkan ke dalam digester, kemudian dibiarkan bereaksi selama 6 - 8 minggu. Biogas yang dihasilkan ditampung dan disimpan dalam penampung gas. Setelah itu digester dikosongkan dan dibersihkan sehingga siap untuk dipakai lagi.
Kelebihan tipe ini adalah kualitas hasilnya bisa lebih stabil karena tidak ada gangguan selama reaksi berjalan. Namun untuk skala industri, tipe ini tidak efektif dan mahal karena membutuhkan minimal dua buah digester yang dipakai bergantian agar dapat memproduksi biogas secara kontinyu.
2. Tipe Continuous Digestion
Pada tipe ini proses pemasukan bahan baku dan pengeluaran slurry sisa proses dilakukan secara berkala. Jumlah material yang masuk dan keluar harus diatur secara seimbang sehingga jumlah material yang ada di dalam digester selalu tetap.
Dalam praktikum ini menggunakan tipe Continous Digestion, hanya saja pada praktkum ini tidak sampai dilakukan pengisian yang berulang karena waktunya yang tidak mencukupi.
Kekurangan dari tipe ini adalah membutuhkan pengoperasian dan pengawasan yang lebih ketat agar reaksi selalu berjalan dengan baik. Namun untuk skala industri, tipe ini lebih mudah untuk dimaksimalkan hasilnya dan lebih murah karena hanya membutuhkan satu buah digester untuk menghasilkan biogas secara kontinyu.
Dalam pembuatan biogas ini ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu:
1. Lingkungan Anaerobik
Biodigester harus tetap dijaga dalam keadaan anaerobik (tanpa kontak langsung dengan Oksigen (O2)). Udara (O2) yang memasuki biodigester menyebabkan penurunan produksi metana, karena bakteri berkembang pada kondisi yang tidak sepenuhnya anaerob.
2. Temperatur
Secara umum ada 3 rentang temperatur yang disenangi oleh bakteri yaitu:
a. Psicrophilic (suhu 4-20oC), biasanya untuk negara-negara subtropis.
b. Mesophilic (suhu 20-40 oC).
c. Thermophilic (40-60oC), hanya untuk mencerna material, bukan untuk menghasilkan biogas.
Untuk negara tropis seperti Indonesia digunakan unheated-digester (digester tanpa pemanasan) untuk kondisi temperatur tanah 20 – 30 oC.
3. Derajat keasaman (pH)
Bakteri berkembang dengan baik pada keadaan yang agak asam (pH antara 6,6 – 7,0) dan pH tidak boleh di bawah 6,2. Oleh sebab itu kunci utama dalam kesuksesan operasional biodigester adalah dengan menjaga temperatur konstan (tetap) dan input material sesuai.
4. Kandungan Bahan Kering
Kotoran masing-masing jenis ternak mempunyai kandungan bahan kering yang berbeda-beda. Perbedaan bahan kering yang dikandung berbagai macam kotoran ternak akan membuat penambahan air yang berlainan. Misalnya kotoran sapi, mempunyai kadar bahan kering 18%. Agar diperoleh kandungan bahan isian sebesar 7-9% bahan kering, bahan baku tersebut perlu diencerkan dengan air dengan perbandingan 1 : 1 atau 1 : 1,5. Adonan tersebut lalu diaduk sampai tercampur rata.
5. Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk mendapatkan campuran substrat yang homogen dengan ukuran partikel yang kecil. Pengadukan selama proses fermentasi bertujuan mencegah adanya benda-benda mengapung pada permukaan cairan dan berfungsi mencampur metanogen dengan substrat. Pengadukan juga memberikan kondisi temperatur yang seragam dalam biodigester.
6. Zat Racun (Toxic)
Beberapa zat racun dapat mengganggu kinerja biodigester antara lain: air sabun, detergen dan juga logam-logam berat.
7. Pengaruh Starter
Starter yang mengandung bakteri metana diperlukan untuk mempercepat proses fermentasi anaerob. Beberapa jenis starter antara lain:
a. Starter alami yaitu lumpur aktif seperti lumpur kolam ikan, air comberan atau cairan septic-tank, timbunan kotoran dan timbunan sampah organik.
b. Starter semi-buatan yaitu dari fasilitas biodigester dalam stadium aktif.
c. Starter buatan, yaitu bakteri yang dibiakkan secara laboratorium dengan media buatan.
Dalam praktikum ini dibuat biogas dari stater kotoran sapi yang dicampur limbah buah yang telah dihancurkan serta ditambah dengan air
Dari praktikum yang telah dilakukan selama 2minggu, dengan bahan utamanya kotoran sapi, limbah buah dan air, dengan lingkungan yang dibuat bebas oksigen atau anaerob dan sebelumnya telah dilakukan pengadukan sehingga bahan utama menjadi homogen, pembuatan biogas ini dihasilkan 575ml gas, dimana hasil tersebut di hitung dari volume air yang berpindah dari botol penyekat dan digantikan oleh biogas yang telah diproduksi. Biogas yang telah dihasilkan memiliki kualitas yang baik, hal ini dapat terlihat saat biogas didekatkan pada api, maka muncul nyala api yang menunjukan gas tersebut dapat terbakar dapat menjadi bahan bakar alternatif.
3. Diskusi
1. Pertanyaan
a) Apa yang dimaksud dengan biogas ?
b) Apa tujuan dilakukanya praktikum pembuatan biogas?
c) Faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan dalam pembuatan biogas?
2. Jawaban
a. Biogas adalah gas produk akhir pecernaan atau degradasi anaerobik bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerobik dalam lingkungan bebas oksigen atau udara. Komponen terbesar biogas adalah Methana (CH4, 54-80%-vol) dan karbondioksida (CO2, 20-45%-vol) serta sejumlah kecil H2, N2 dan H2S.
b. Mempelajari proses pembuatan biogas dari kotoran sapi, menambah wawasan tentang bahan alternatif penghasil biogas dan cara pengaplikasiannya, serta meminimalisir limbah kotoran sapi yang cenderung tidak dimanfaatkan dan menjadi masalah lingkungan.m
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembuatan biogas adalah:
1. Lingkungan Anaerobik
Biodigester harus tetap dijaga dalam keadaan anaerobik (tanpa kontak langsung dengan Oksigen (O2)). Udara (O2) yang memasuki biodigester menyebabkan penurunan produksi metana, karena bakteri berkembang pada kondisi yang tidak sepenuhnya anaerob.
2. Temperatur
Secara umum ada 3 rentang temperatur yang disenangi oleh bakteri yaitu:
a. Psicrophilic (suhu 4-20oC), biasanya untuk negara-negara subtropis.
b. Mesophilic (suhu 20-40 oC).
c. Thermophilic (40-60oC), hanya untuk mencerna material, bukan untuk menghasilkan biogas.
3. Derajat keasaman (pH)
Bakteri berkembang dengan baik pada keadaan yang agak asam (pH antara 6,6 – 7,0) dan pH tidak boleh di bawah 6,2.
4. Kandungan Bahan Kering
Kotoran masing-masing jenis ternak mempunyai kandungan bahan kering yang berbeda-beda. Perbedaan bahan kering yang dikandung berbagai macam kotoran ternak akan membuat penambahan air yang berlainan.
5. Pengadukan
Pengadukan selama proses fermentasi bertujuan mencegah adanya benda-benda mengapung pada permukaan cairan dan berfungsi mencampur metanogen dengan substrat. Pengadukan juga memberikan kondisi temperatur yang seragam dalam biodigester.
6. Zat Racun (Toxic)
Beberapa zat racun dapat mengganggu kinerja biodigester antara lain: air sabun, detergen dan juga logam-logam berat.
7. Pengaruh Starter
Starter yang mengandung bakteri metana diperlukan untuk mempercepat proses fermentasi anaerob
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Biogas adalah gas produk akhir pecernaan atau degradasi anaerobik bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerobik dalam lingkungan bebas oksigen atau udara.
b. Komponen terbesar biogas adalah Methana (CH4, 54-80%-vol) dan karbondioksida (CO2, 20-45%-vol) serta sejumlah kecil H2, N2 dan H2S.
c. Dari segi operasional reaksi yang digunakan, digester terbagi menjadi dua tipe yaitu : Tipe Batch Digestion dan Tipe Continuous Digestion.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembuatan biogas adalah: Lingkungan Anaerobik, Temperatur, Derajat keasaman (pH), Kandungan Bahan Kering, Pengadukan, Zat Racun (Toxic), dan Pengaruh Starter.
e. Dari praktikum ini didapatkan hasil:
1). Volume biogas = volume air yang berpindah = 575ml
2). Kualitas gas:
Gas yang ditampung pada botol pengumpul gas saat didekatkan dengan api dapat terbakar. Hal ini menunjukan bahwa gas stersebut memiliki kualitas yang baik dan dapat digunakan sebagai alternatif bahan bakar.
B. Saran
1. Sebaiknya dalam pelaksanaan praktikum terdapat prosedur yang jelas, sehingga pada pelaksanaan praktikum alat dan bahan yang perlu disediakan praktikan telah disiapkan.
2. Praktikum sebaiknya dilaksanakan dengan pertambahan waktu, sehingga praktikan dapat lebih memahami dalam mempelajari proses pembuatan biogas.
DAFTAR PUSTAKA
(Dokumen pribadi)


LAPORAN PRAKTIKUM
PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK
LATIHAN V

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BUAH BELIMBING



Disusun oleh:
KELOMPOK IX
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris sehingga mempunyai berbagai macam tumbuhan yang sangat beragam. Tumbuhan yang berbuah pada musimnya menghasilkan banyak sekali buah. Buah yang banyak ini menyebabkan banyak limbah buah busuk yang sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi. Di banyak tempat,limbah buah busuk ini sangat kecil daya gunanya dan sering menjadi masalah pencemaran lingkungan.
Krisis bahan bakar di Indonesia saat ini sudah tergolong parah. Selain itu, harga minyak bumi yang melambung belakang ini dengan sendirinya membangkitkan insentif ekonomi bagi pengembangan bioenergi sebagai alternatif. Bahan bakar yang selama ini digunakan oleh penduduk Indonesia mengakibatkan persoalan lingkungan hidup. Persoalan lingkungan hidup ini salah satunya yaitu pencemaran yang kian parah, yang timbul dari emisi gas buang penggunaan bahan bakar.
Bioenergi yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar ini mempunyai beberapa keunggulan. Keunggulan dari bioenergi yang utama adalah pembaruan dan dampak penggunaanya terhadap lingkungan hidup jauh lebih ramah dari penggunaan bahan bakar selama ini. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang menghadapi persoalan energi yang serius akibat ketergantungn yang sangat besar terhadap bahan bakar, sementara pengembangan bioenergi sebagai alternatif masih kurang mendapat perhatian. Sesungguhnya potensi Indonesia untuk mengembangkan bioenergi relatif besar, baik bioetanol maupun biodiesel.
Limbah buah busuk yang sangat banyak ini dimanfaatkan dalam pembuatan bioetanol. Buah yang banyak ditemukan yaitu belimbing. Buah belimbing yang busuk mengandung banyak gula. Gula dapat digunakan untuk media pertumbuhan mikrobia terutama khamir, sehingga merupakan bahan baku yang sangat baik untuk industri pembuatan etanol. Khamir Saccharomycess cereviceae merupakan mikroba yang paling baik dan paling banyak untuk digunakan dalam fermentasi etanol karena relatif lebih efisien dalam mengubah gula menjadi etanol.
Berdasarkan latar belakang di atas maka pada praktikum kali ini bertujuan untuk “Pembuatan Bioetanol dari Limbah Buah Belimbing Busuk” dengan harapan dapat memberikan informasi mengenai cara pembuatan bioetanol dari limbah buahbusuk sehingga lebih efektif.
B. Tinjauan Pustaka
Huda (2009), menyatakan bahwa bioetanol adalah etanol (C2H5OH) yang terbuat dari biomassa yang mengandung komponen pati dan selulosa yang biasanya terkandung pada tanaman pertanian seperti tebu, singkong, ubi kayu, dll. Etanol merupakan senyawa kimia berbentuk cair, jenih tak berwarna, memiliki aroma khas, dan berwujud cair pada suhu kamar.
Eddy (2010), menyatakan bahwa penggunaan bioetanol dimungkinkan sebagai pengganti bahan bakar bensin dikarenakan karakteristik etanol yang mirip dengan bensin. Baik etanol maupun bensin sama-sama memiliki struktur hidrokarbon rantai lurus. Penggunaan bioetanol sebagai pengganti bahan bakar bensin juga sangat cocok karena bersifat ramah lingkungan. Hal itu disebabkan karena pada dasarnya bioetanol tidak mengemisikan C netto.
Yuanita dkk (2008), menyatakan bahwa selain dari tanaman pertanian yang banyak mengandung karbohidrat atau pati, bioetanol juga dapat dibuat dari buahan-buahan terutama buah-buahan yang memiliki kadar glukosa yang cukup tinggi. Pembuatan bioetanol buah dapat memanfaatkan sisa atau
limbah dari buah-buahan yang tidak terjual atau tidak layak jual atau hampir busuk. Salah satu buah-buahan yang dapat dijadikan bioetanol adalah pisang karena kandungan glukosa dan pati pada pisang cukup tinggi yaitu sebesar 76% pada bagian bonggolnya, selain itu masih ada lagi buah-buahan yang dapat dijadikan bahan dasar bioetanol diantaranya adalah pepaya, nenas, apel, belimbing, dll.
Faisal (2010), menyatakan bahwa dalam proses fermentasi bagian buah dan kulit dihancurkan hingga menjadi seperti juice yang selanjutnya akan dilakukan proses fermentasi. Kedua hasil fermentasi glukosa yang telah menjadi bioetanol tersebut kemudian didestilasi untuk memisahkan antara etanol murni dengan kandungan airnya.
Pelczar dan Chan (1988), menyatakan bahwa fermentasi adalah proses terjadinya dekomposisi gula menjdi alkohol dan karbondioksida. Proses fermentasi ini dimanfaatkan oleh para pembuat bir, roti, anggur, bahan kimia, para ibu rumah tangga dan lain-lain. Alkohol dapat dibuat dari bahan penghasil karbohidrat apa saja yang dapat difermentasi oleh khamir. Apabila padi-padian seperti jagung dan karbohidrat kompleks yang lain dipergunakan sebagai bahan mentah, maka pertama-tama bahan tersebut perlu dihidrolisis menjadi gula sederhana yang dapat difermentasikan.
Fesenden dan Fessenden (1991), menyatakan bahwa pembuatan alkohol dengan cara fermentasi biasanya dengan bantuan mikroorganisme atau mengenal bahan dasarnya yang dapat dipakai untuk membuat alkohol dengan cara fermentasi ini pada dasarnya bahan yang mengandung pati atau glukosa, misalnya: singkong, beras ketan dan tetes tebu. Aspergilus , Saccharomyces cerevisiae akan mengubah glukosa menjadi alkohol. Untuk memisahkan alkohol dari air dapat dilakukan penyulingan atau destilasi bertingkat, sehingga dapat diperoleh alkohol dengan kadar lebih kurang 90%.
Said (1987), menyatakan bahwa hasil fermentasi dipengaruhi oleh teknologi yang dipakai. Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium. Misalnya untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula dipergunakan Saccharomyces cerevisiae dan kadang -kadang digunakan untuk bahan-bahan laktosa dari whey (air yang ditinggalkan setelah susu dibuat keju) menggunakan Candida pseudotropicalis. Seleksi tersebut bertujuan didapatkan mikroorganisme yang mampu ditumbuhkan dengan cepat dan mempunyai toleransi terhadap konsentrasi gula yang tinggi, mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah banyak dan tahan terhadap alkohol tersebut.
Judoamidjojo (1992), menyatakan bahwa salah satu mikroorganisme yang memiliki daya konversi gula menjadi etanol yang sangat tinggi adalah Saccharomycess cereviceae. Mikroorganisme ini menghasilkan enzim zimasedan invertase. Enzim Zimase berfungsi sebagai pemecah sukrosa menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa). Enzim invertase selanjutnya mengubah glukosa menjadi etanol. Konsentrasi gula yang umumnya dibuat dalam pembuatan etanol. Konsentrasi gula yang umumnya dibuat dalam pembuatan etanol sekitar 14-20 persen. Jika konsentrasi gula terlalu tinggi akan menghambat aktivitas khamir. Lama fermentasi sekitar 30-70 jam dengan kondisi fermentasi anaerob.
Muslimin (1996), menyatakan bahwa ragi padat memiliki aroma yang sangat tajam dengan aroma alkohol yang sangat khas. Yeast adalah group non filamentus fungi, uniseluler dan berkembang biak dengan cara “budding”. Khamir yang memproduksi askospora termasuk dalam golongan Ascomycetes. Saccharomycess cereviseae adalah khamiryang digunakan untuk fermentasi alkohol.
Tarigan (1988), menyatakan bahwa khamir banyak terdapat pada buah-buahan, lendir, dan lain-lain dalam cairan yang mengandung gula, khamir
dapat mengubah gula menjadi alkohol. Jenis khamir dapat mengubah gula menjadi alkohol, salah satunya adalah galur Saccharomyces.
BAB II
ISI
A. Tujuan
Mahasiswa mampu membuat bioetanol dari limbah buah busuk.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Blender : 1 buah
b. Pisau : 2 buah
c. Gelas ukur : 2 buah
d. Timbangan : 1 buah
e. Pengaduk : 2 buah
f. Ember cat : 1 buah
g. Kertas lakmus : 2 buah
2. Bahan
a. Belimbing busuk : 2,1 kg
b. Ragi : 300 ml
c. Air : 700 ml
d. Gula : secukupnya
C. PROSEDUR KERJA
a. Mengumpulkan buah belimbing busuk dan mencuci sampai bersih.
b. Memotong buah belimbing kecil-kecil kemudian memblender buah belimbingsebanyak 2,1 kg dan air sebanyak 700 ml sampai halus.
c. Melarutkan 2 bungkus fermipan (15 gr) dengan air sebanyak 1000 ml kemudian mengaduk sampai larut.
d. Memasukkan ekstrak belimbing ke dalam ember cat dan mencampur ragi yang sebelumnya sudah diencerkan terlebih dahulu.
e. Mengaduk adonan tersebut sampai rata.
f. Mengukur pH ekstrak belimbing menggunakan kertas lakmus.
g. Mengukur kadar gula menggunakan alat deteksi kadar gula.
h. Menambah gula pada eksrak belimbing agar kadar gula mencapai 16%.
i. Menutup ember secara rapat agar tidak ada udara yang masuk.
j. Menginkubasi ekstrak belimbing selama 5 hari.
k. Mendestilasi dengan suhu 90oC sampai terjadi penguapan alkohol.
D. Hasil Dan Pembahasan
1. Hasil
Kadar gula awal ekstrak belimbing : 6 %
Kadar gula sebelum fermentasi : 16%
pH ekstrak belimbing : 4
Setelah difermentasi selama 5 hari ekstrak belimbing ini di buka dari penutupnya. Saat di buka tercium bau menyengat seperti alkohol dan terdapat gelembung-gelembung gas. Bau menyengat tersebut menandakan adanya alkohol, sedangkan gelembung-gelembung gas tersebut menandakan adanya CO2. Dalam proses fermentasi ekstrak belimbing ini menghasilkan alkohol dan karbon dioksida. Penambahan ragi pada proses fermentasi ini membantu dalam pembentukan alkohol dengan rumus kimia : C6H12O6 + Saccharomyces cereviseae 2 C2H5OH + 2 CO2
2. Pembahasan
Bahan bakar yang tersedia di bumi ini lambat laun semakin berkurang. Ketersediaan bahan bakar yang semakin menipis ini sangat berdampak bagi manusia, sehingga harus ada sesuatu yang bias menggantikan fungsi dari bahan bakar ini. Bahan bakar yang digunakan selama ini juga berdampak negative terhadap lingkungan. Jadi, dalam membuat alternatif baru ini harus ramah lingkungan misalanya seperti bioetanol.
Menurut Huda (2009), bioetanol adalah etanol (C2H5OH) yang terbuat dari biomassa yang mengandung komponen pati dan selulosa yang biasanya terkandung pada tanaman pertanian seperti tebu, singkong, ubi kayu, dll. Etanol merupakan senyawa kimia berbentuk cair, jenih tak berwarna, memiliki aroma khas, dan berwujud cair pada suhu kamar.
Dalam membuat bioetanol ini tidak memerlukan suatu bahan baku yang sulit dicari atau mahal harganya. Bahan baku bioetanol ini dapat berupa limbah sayuran dan buah-buahan. Dalam percobaan kali ini bahan baku yang digunakan yaitu limbah buah belimbing. Limbah buah belimbing ini didapat dari buah belimbing busuk yang jatuh dari pohon sehingga menimbulkan sampah yang sangat menumpuk. Buah belimbing busuk ini mengandung banyak glukosa yang sangat dibutuhkan dalam pembuatan bioetanol.
Pembuatan bioetanol ini dilakukan dengan proses fermentasi. Menurut Volk dan Wheeler (1993), Fermentasi didefinisikan sebagai perombakan aerob karbohidrat yang menghasilkan pembentukan produk fermentasi yang stabil. Contoh produk fermentasi oleh mikroorganisme yang dapat dimanfatkan meliputi barang-barang etil alkohol, asam laktat, asam asetat, gliserol, butilen, glikol, aseton, butanol dan asam butirat. Selain itu banyak fungsi digunakan untuk produksi asam organik komersial seperti asam sitrat, asam fumarat, asam malat dan asam suksinat.
Dalam proses fermentasi dibutuhkan bantuan mokroorganisme dalam merombak glukosa menjadi alkohol dan karbondioksida. Mikroorganisme yang dibutuhkan tersebut diperoleh dari ragi. Ragi yang digunakan ini mengandung Saccharomyces cereviseae. Saccharomyces cereviseae merupakan khamir yang penting pada fermentasi yang utama dan akhir, karena mampu memproduksi alkohol dalam konsentrasi tinggi dan fermentasi spontan.
Dalam proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa factor. Factor yang mempengaruhi proses fermentasi,yaitu :
1. Suhu
2. pH
3. Penyedia Oksigen
4. Waktu
5. Kadar Ragi
6. Kadar Gula
Suhu yang digunakan selama fermentasi akan mempengaruhi mikroba yang berperan dalam proses fermentasi, suhu yang baik untuk fermentasi maksimum adalah 30oC. Semakin rendah suhu fermentasi, semakin banyak alkohol yang dihasilkan. Karena pada suhu rendah fermentasi akan lebih komplek dan kehilangan alkohol yang terbawa oleh gas CO2 akan lebih sedikit. Pada suhu yang terlalu tinggi akan mematikan dan menghentikan proses fermentasi.
Menurut Waluyo (2004), kisaran suhu di dalam lingkungan mikroba juga mempengaruhi sifat pertumbuhan mikroorganisme. Hampir sama dengan kapang, yakni suhu optimum 250C - 300Cdan suhu maksimum 350C - 470C, tetapi beberapa khamir dapat tumbuh pada suhu 00C. Kebanyakan khamir lebih cepat tumbuh pada pH 4,0 - 4,5 dan tidak dapat tumbuh dengan baik pada medium alkali, kecuali jika telah beradaptasi.
pH merupakan salah satu factor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan produk. Khamir lebih menyukai pH pada kisaran 3-4. Selain pH, adanya udara akan mempengaruhi populasi substrat bila tersedia oksigen dalam jumlah yang besar, maka populasi sel-sel khamir dipacu. Bila produksi alkohol yang dikehendaki maka diperlukan suatu penyedia oksigen yang sangat terbatas. Semakin tinggi kadar gula yang terlarut maka semakin tinggi pula kadar alkohol yang dihasilkan, karena semakin banyak pula gula yang harus diubah menjadi
etanol oleh khamir. Waktu yang lebih lama memberikan kesempatan kepada mikroba (khamir) untuk melakukan penguraian yang lbih banyak terhadap limbah buah belimbing. Semakin lama waktu fermentasi semakin banyak alkohol yang dihasilkan. Proses pengubahan glukosa menjadi alkohol dalam proses fermentasi ini dipengaruhi oleh aktivitas khamir.
Semakin tinggi persentase ragi, semakin banyak khamir, sehingga semakin banyak gula yangdirombak menjadi alkohol. Menurut Desroiser (1989), semakin banyak jumlah glukosa yang terdapat pada bahan baku, semakin tinggi jumlah alkohol yang dihasilkan dari perombakan glukosa tersebut. Semakin besar jumlah mikroba perombak pati menjadi glukosa, dan mikroba perombak glukosa menjadi alkohol semakin banyak, sehingga kadar alkohol yang dihasilkan semakin tinggi.
Dari percobaan kali ini kadar gula awal pada ekstrak buah belimbing yaitu 6%. Kadar gula yang paling baik untuk membuat bioetanol yaitu 14% - 20%, maka dalam percobaan kali ini ekstrak buah belimbing ditambah dengan gula sampai mencapai 16 %. Setelah sudah diukur kadar gulanya kemudian mengukur pH ekstrak buah belimbing menggunakan kertas lakmus. pH yang baik digunakan dalam fermentasi yaitu berkisar antara 4,0 – 4,5. Dalam praktikum kali ini pH yang digunakan yaitu 4.
Buah belimbing busuk yang sudah diblender sebelumnya ditambah dengan ragi kemudian diaduk sampai rata. Setelah tercampur kemudian ember cat ditutup rapat agar tidak ada udara yang masuk, karena proses fermentasi ini dilakukan secara anaerobic. Kemudian menginkubasikan selama 5 hari. Setelah 5 hari sudah terbau menyengat dari alkohol yang dihasilkan dalam proses fermentasi ini. Selain alkohol dalam proses fermentasi ini juga menghasilkan karbondioksida yang bisa diketahui dari adanya gelembung-gelembung pada permukaan ekstrak buah belimbing tersebut. Secara rumus kimia proses fermentasi ini dapat dilihat di bawah ini : C6H12O6 + Saccharomyces cereviseae 2 C2H5OH + 2 CO2
Dari rumus kimia di atas dapat telihat bahwa dalam proses fermentasi menghasilkan alkohol dan karbondioksida.
Alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi inibelum bias langsung digunakan. Alkohol yang dihasilkan harus melalui beberapa proses lagi sampai bisa menjadi bioetanol yang bisa dimanfaatkan. Alkohol ini harus di destilasi terlebih dahulu.
Menurut http://www.BPPT.co.id (2008), proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan kembali. Untuk memperoleh bioetanol dengan kemurnian lebih tinggi dari 99,5% atau yang umum disebut fuel based ethanol, masalah yang timbul adalah sulitnya memisahkan hydrogen yang terikat dalam struktur kimia alkohol dengan cara destilasi biasa, oleh karena itu untuk mendapatkan fuel grade ethanol dilaksanakan pemurnian lebih lanjut dengan cara Azeotropic destilasi.
Setelah bioetanol yang dibuat dari limbah buah belimbing busuk ini jadi maka bioetanol ini sudah bisa dimanfaatkan sebagai alternatif pengganti bahan bakar. Bioetanol ini lebih ramah lingkungan karena tidak menimbulkan polusi.
3. Diskusi
a. Pertanyaan
1) Apa yang dimaksud dengan bioetanol?
2) Apa yang dimaksuddengan fermentasi?
3) Apa manfaat penggunaan ragi dalam proses fermentasi?
4) Apa yang dihasilkan dalam proses fermentasi?
5) Bagaimana cara untuk menghasilkan konsentrasi alkohol yang tinggi?
b. Jawaban
1) Bioetanol adalah etanol (C2H5OH) yang terbuat dari biomassa yang mengandung komponen pati dan selulosa yang biasanya terkandung pada tanaman pertanian seperti tebu, singkong, ubi kayu, dll. Etanol merupakan senyawa kimia berbentuk cair, jenih tak berwarna, memiliki aroma khas, dan berwujud cair pada suhu kamar.
2) Fermentasi adalah proses terjadinya dekomposisi gula menjdi alkohol dan karbondioksida.
3) Penggunaan ragi dalam fermentasi adalah membantu dalam merombak glukosa menjadi alkohol dan karbon dioksida, karena di dalam ragi mengandung khamir Saccharomyces cereviceae yang sangat membantu dalam proses fermentasi.
4) Proses fermentasi menghasilkan alkoholdan karbon dioksida.
5) Cara untuk menghasilkan konsentrasi alkohol yang tinggi yaitu dengan cara destilasi. Proses destilasi pada alkohol setelah fermentasi sangatmemberikan pengaruh yang nyata untuk menghasilkan konsentrasi alkohol yang tinggi dengan memperhitungkan perbedaan titik didih air dan alkohol.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Bioetanol adalah etanol (C2H5OH) yang terbuat dari biomassa yang mengandung komponen pati dan selulosa yang biasanya terkandung pada tanaman pertanian seperti tebu, singkong, ubi kayu, dll.
b. Penggunaan bioetanol dimungkinkan sebagai pengganti bahan bakar bensin dikarenakan karakteristik etanol yang mirip dengan bensin.
c. Fermentasi adalah proses terjadinya dekomposisi gula menjdi alkohol dan karbondioksida.
d. Ragi digunakan dalam proses fermentasi. Khamir yang digunakan dalam proses fermentasi yaitu Saccharomyces cereviceae.
e. Hasil dari proses fermentasi yaitu alkohol dan karbon dioksida.
f. Factor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi, yaitu: suhu, pH, penyedia oksigen, waktu, kadar ragi, dan kadar gula.
g. Peningkatan konsentrasi alkohol dilakukan dengan proses destilasi.
B. Saran
a. Pada pelaksanaan praktikum disarankan setiap kelompok melakukan dengan sungguh-sungguh.
b. Pada saat proses fermentasi harus selalu diamati.
c. Perlu dilakukan lanjutan proses pembuatan bioetanol sampai pemanfaatannya.
DAFTAR PUSTAKA
(Dokumen Pribadi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar